WAKAF
Pengertian
Wakaf secara bahasa bermakna الْحَبْسُ yang artinya tertahan.
Adapun secara istilah syariat, sebagian ulama menyebutkan bahwa wakaf
adalah
تَحْبِيْسُ الْأَصْلِ وَتَسْبِيْلُ اْلمَنْفَعَةِ
“Menahan suatu benda dan membebaskan/mengalirkan manfaatnya.”
Maksud dari definisi di atas adalah sebagai berikut.
1. Menahan adalah kebalikan dari membebaskan. Dengan demikian, menahan bendanya berarti menahan atau membekukan benda dari berbagai bentuk kepemilikan.
2. Yang dimaksud dengan benda dalam definisi di atas adalah segala sesuatu yang bisa diambil manfaatnya, dengan mempertahankan bendanya (tidak habis/hilang bendanya setelah diambil manfaatnya). Contohnya, rumah, pohon, tanah, mobil, dan semisalnya.
Asy-Syaikh Abdullah al-Bassam Rahimahullah mengatakan, “Benda yang hilang/habis zatnya setelah dimanfaatkan disebut sebagai sedekah, bukan wakaf.” (Taudhihul Ahkam)
3. Kalimat “membebaskan manfaatnya” ialah untuk membedakan antara wakaf dengan gadai dan yang semisalnya. Gadai, meskipun memiliki kesamaan dalam hal menahan bendanya, namun memiliki perbedaan dalam hal tidak diambil manfaatnya.
4. Manfaat yang dimaksud dalam definisi di atas adalah penggunaan dan hasil dari benda tersebut, seperti hasil panen, uang yang dihasilkan dari pemanfaatannya sebagai tempat tinggal, dan yang semisalnya. Oleh karena itu, hibah tidak masuk dalam definisi ini. Hibah adalah pemberian bendanya, sedangkan wakaf hanyalah mengambil manfaat atau hasil dari harta tersebut.
Contohnya, seseorang mewakafkan rumahnya untuk orang-orang miskin. Harta yang berupa rumah tersebut ditahan sehingga tidak dijual, diberikan, atau diwariskan. Manfaatnya diberikan untuk orang miskin secara mutlak. Siapa saja yang tergolong orang miskin berhak untuk memanfaatkannya. (Lihat al-Mughni, Minhajus Salikin, asy-Syarhul Mumti’, dan Mulakhas al-Fiqhi)
تَحْبِيْسُ الْأَصْلِ وَتَسْبِيْلُ اْلمَنْفَعَةِ
“Menahan suatu benda dan membebaskan/mengalirkan manfaatnya.”
Maksud dari definisi di atas adalah sebagai berikut.
1. Menahan adalah kebalikan dari membebaskan. Dengan demikian, menahan bendanya berarti menahan atau membekukan benda dari berbagai bentuk kepemilikan.
2. Yang dimaksud dengan benda dalam definisi di atas adalah segala sesuatu yang bisa diambil manfaatnya, dengan mempertahankan bendanya (tidak habis/hilang bendanya setelah diambil manfaatnya). Contohnya, rumah, pohon, tanah, mobil, dan semisalnya.
Asy-Syaikh Abdullah al-Bassam Rahimahullah mengatakan, “Benda yang hilang/habis zatnya setelah dimanfaatkan disebut sebagai sedekah, bukan wakaf.” (Taudhihul Ahkam)
3. Kalimat “membebaskan manfaatnya” ialah untuk membedakan antara wakaf dengan gadai dan yang semisalnya. Gadai, meskipun memiliki kesamaan dalam hal menahan bendanya, namun memiliki perbedaan dalam hal tidak diambil manfaatnya.
4. Manfaat yang dimaksud dalam definisi di atas adalah penggunaan dan hasil dari benda tersebut, seperti hasil panen, uang yang dihasilkan dari pemanfaatannya sebagai tempat tinggal, dan yang semisalnya. Oleh karena itu, hibah tidak masuk dalam definisi ini. Hibah adalah pemberian bendanya, sedangkan wakaf hanyalah mengambil manfaat atau hasil dari harta tersebut.
Contohnya, seseorang mewakafkan rumahnya untuk orang-orang miskin. Harta yang berupa rumah tersebut ditahan sehingga tidak dijual, diberikan, atau diwariskan. Manfaatnya diberikan untuk orang miskin secara mutlak. Siapa saja yang tergolong orang miskin berhak untuk memanfaatkannya. (Lihat al-Mughni, Minhajus Salikin, asy-Syarhul Mumti’, dan Mulakhas al-Fiqhi)
2. Dasar hukum
pelaksanaan wakaf
Artinya
: kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Artinya
: … dan apa saja harta yang baik yang
kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan
janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah.
dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi
pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ
عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ إِلاّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ .
Artinya
: Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputus darinya amalnya kecuali dari tiga hal dari sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR.
Muslim)
1.
Rukun wakaf
a. Al-waqif (orang
yang mewakafkan), dengan syarat :
1) Berakal
2) Dewasa
pemikirannya (rasyid).
3) Sudah berusia
baligh dan bisa bertransaksi.
4) Orang yang merdeka (bukan budak).
b. Al-mauquf (harta yang diwakafkan)
Berdasarkan
jenis benda yang diwakafkan, maka wakaf
terbagi menjadi tiga macam
1)
Benda / barang
yang berupa benda yang diam/tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko,
dan yang semisalnya.
2)
Benda / barang yang bisa dipindah/bergerak, seperti
mobil, hewan, dan semisalnya
3)
Wakaf berupa
uang.
Adapun syarat syarat nya adalah :
a)
Harta tersebut telah diketahui dan jelas bendanya.
b)
Benda tersebut adalah milik pribadi yang mewakafkan.
c)
Harta yang diwakafkan adalah benda yang bermanfaat dan
memiliki daya tahan lama
a. Al - mauquf
‘alaih (pihak yang dituju dari wakaf tersebut), dengan syarat
1) Berakal
2) Dewasa
pemikirannya (rasyid).
3) Sudah berusia
baligh dan bisa bertransaksi.
4) Orang yang
merdeka (bukan budak belian).
Dipandang dari sisi pemanfaatannya,
maka wakaf terbagi menjadi dua:
1) Wakaf yang sifatnya tertuju pada keluarga (individu)
2) Wakaf untuk amalan-amalan kebaikan.
Wakaf ini diarahkan untuk kemaslahatan masyarakat di suatu negeri. Inilah
jenis wakaf yang paling banyak dilakukan, seperti untuk masjid, madrasah,
b. Shighah (lafadz
dari yang mewakafkan).
Adapun lafadz shighoh, para ulama
membaginya menjadi dua bagian:
1) Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang dengan jelas menunjukkan wakaf dan tidak mengandung makna lain.
1) Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang dengan jelas menunjukkan wakaf dan tidak mengandung makna lain.
2) Lafadz kinayah,
yaitu lafadz yang mengandung makna wakaf meskipun tidak secara langsung dan
memiliki makna lainnya, namun dengan tanda - tanda yang mengiringinya menjadi bermakna wakaf.
Untuk
lafadz yang pertama, maka cukup dengan diucapkannya akan berlaku hukum wakaf.
Adapun lafadz yang kedua ketika diucapkan akan berlaku hukum wakaf jika
diiringi dengan niat wakaf atau lafadz lain yang dengan jelas menunjukkan makna
wakaf.
Keistimewaan Wakaf
Di antara keistimewaan wakaf dibandingkan dengan sedekah dan hibah adalah dua hal berikut ini.
1. Terus-menerusnya pahala yang akan mengalir. Ini adalah tujuan wakaf dilihat dari sisi wakif (yang mewakafkan).
2. Terus-menerusnya manfaat dalam berbagai jenis kebaikan dan tidak terputus dengan sebab berpindahnya kepemilikan. Ini adalah tujuan wakaf dilihat dari kemanfaatannya bagi kaum muslimin.
Jadi, dalam hal ini wakaf memiliki kelebihan dari sedekah lainnya dari sisi terus-menerusnya manfaat. Bisa jadi, seseorang menginfakkan hartanya untuk fakir miskin yang membutuhkan dan akan habis setelah digunakan. Suatu saat dia pun akan mengeluarkan hartanya lagi untuk membantu orang miskin tersebut. Bisa jadi pula, akan datang fakir miskin yang lainnya, namun pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya.
Hikmah dan Manfaat Wakaf
Wakaf memiliki banyak
hikmah dan manfaat baik bagi yang mewakafkan atau untuk pengguna wakaf
Untuk
itu di bawah ini akan disebutkan sebagian kecil dari hikmah dan manfaat wakaf :
- Hikmah wakaf
a.
Menghilangkan sifat tamak dan kikir manusia atas harta
yang dimilikinya.
b. Menanamkan
kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda itu meski telah menjadi milik
seseorang secara sah, tetapi masih ada di dalamnya harta agama yang mesti
diserahkan sebagaimana halnya juga zakat.
c. Menyadarkan seseorang bahwa kehidupan di akhirat memerlukan persiapan yang cukup . Maka persiapan bekal itu diantaranya adalah harta yang pernah diwakafkan
d Dapat menopang
dan mengerakan kehidupan sosial
kemasyarakatan umat islam, baik aspek ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan
lainnya.
Di antara manfaat wakaf baik bagi wakif dan pengguna wakaf adalah :
a. Pahala yang trus menerus mengalir selama benda yang
diwakafkan masih dimanfaatkan walaupun si wakif sudah meninggal dunia
b. Terus-menerusnya manfaat dalam berbagai jenis kebaikan dan
tidak terputus dengan sebab berpindahnya kepemilikan.